Mengajak Anak dan Teman Mendaki Perdana ke Gunung Sanggabuana, Karawang

Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mendaki lagi. Tadinya saya pikir akan gantung sepatu mengingat lutut kiri saya agak bermasalah. Akan tetapi, ketika teman saya meminta saya untuk memandunya ke Gunung Sanggabuana, dengan serta merta saya iyakan. Yang membuat saya bertambah senang adalah keikutsertaan anak saya, Satrianegara, yang sekarang duduk di kelas 6. Dulu sewaktu masih TK, anak saya pernah saya ajak ke Curug Cibeureum di kaki Gunung Gede. Dulu dia ketakutan melihat monyet bergelantungan di sepanjang perjalanan. Alhamdulillah, sekarang dia mulai berani.

Pada hari Sabtu, tanggal 13 Maret 2021, perjalanan ini kami lakukan. Saya dan Satria pergi ke Bantar Gebang dengan sepeda motor pada pukul 06.00 WIB. Di Bantar Gebang kami menuju rumah teman saya, H. Lukmanul Hakim, Kepala MAN 02 Kota Bekasi. Beliau ingin melakukan pendakian gunung perdana sekaligus melakukan survei untuk lokasi kegiatan LDKS murid-muridnya. Ia mengajak serta Bang Syahrul Anwar, wakilnya. Bersama kami juga turut serta Bang Imron Rosyadi dan Erwin. Jadilah kami berenam bersiap berangkat.

Setelah melakukan berbagai persiapan sederhana, tepat pukul 08.00 WIB kami meninggalkan Bantar Gebang menuju Karawang. Dari Bantar Gebang kami memasuki pintu tol Bekasi Barat lalu ke luar di pintu tol Cibatu. Kami melewati tepi Kalimalang ke arah Cibeet lalu berbelok ke kanan ke arah Pangkalan. Setelah melewati Kecamatan Loji, kami berhenti di rumah makan untuk persiapan pendakian. Tepat pukul 11.45 WIB kami tiba di Basecamp Bu Wiwin dan langsung melakukan start pendakian.

Setelah berjalan sekitar setengah jam, sampailah kami di pos pendaftaran. Biaya per orang masih sama dengan biaya saat saya pertama kali ke mari sekitar tahun 2016. Sudah sekitar 7 kali saya ke sini, alhamdulillah, biayanya belum bertambah.

Setelah satu setengah jam berjalan, sampailah kami di Paraji Sakti, sebuah tempat dengan beberapa petilasan, warung, dan musala. Kami memakan snack dan mengisi perbekalan ala kadarnya lalu menunaikan salat zuhur dan asar (jamak takdim). 

Perjalanan pun kami lanjutkan menuju Pancuran Kejayaan yang berjarak hanya 15 menit perjalanan. Kami tidak berlama-lama di sini. Kami langsung melanjutkan perjalanan melalui jalur kanan. Sebenarnya saya ingin mengambil jalur kiri melalui belakang pondokan Teh Amin yang lebih dekat jaraknya dan lebih ekstrem, tetapi mengingat kondisi teman-teman, kami pun memilih jalur kanan.

Jalur kanan diawali dengan tanjakan yang diberi nama Tanjakan Dua Jam. Memang, tanjakan ini cukup menguras tenaga dan membuat otot telapak kaki, betis, dan paha tertarik-tarik luar biasa.

Setelah sekitar dua setengah jam perjalanan, kami tiba di punggungan gunung yang merupakan bonus berupa jalan datar menuju puncak bayangan. Setelah beristirahat sejenak, kami pun melanjutkan menuju puncak dua.

Tepat pukul 16.15 WIB kami tiba di Puncak Dua Gunung Sanggabuana. Artinya, perjalanan yang kami tempuh yaitu selama 4,5 jam.

Setelah beristirahat sambil menikmati mi rebus dan segelas teh hangat di kedai Kang Aep, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak satu. Namun, karena hari sudah terlalu sore, kami pun memutuskan untuk pergi ke Mataair Cisurupan atau Cai Kahuripan saja. Kami mencuci muka dan sebagian mandi di sana. Uh, segarnya!

Bagi yang percaya, mandi di  mataair ini bisa mendatangkan kesaktian atau keberuntungan, tergantung niat yang diinginkan. Niat dikarunia limpahan cinta, harta, tahta, atau apalah lagi maunya, semuanya bisa disampaikan saat ritual mandi. Itu bagi yang memercayainya.

Selepas melaksanakan salat magrib di Puncak Dua, tepat pukul 18.15 WIB kami pun langsung turun dalam kondisi malam yang gelap gulita. Hanya saya yang membawa headlamp. Untungnya yang lain membawa telepon genggam dengan batere yang cukup untuk menghidupkan senter. Meski Bang Sahrul sempat terkilir dan H. Lukmanul Hakim beberapa kali terjatuh, perjalanan turun yang menyeramkan dan penuh horor itu kami lalui dengan sabar. Bang Imron memandu kami di depan dengan penuh kesabaran. Sementara saya menjadi sweaper di belakang.

Tepat pukul 21.30 WIB, setelah berpayah-payah dalam gelap diiringin rintik hujan, kami tiba di basecamp. Kami lewati waktu 3,5 jam untuk perjalanan turun yang luar biasa menyeramkan dan teramat menguras konsentrasi dan tenaga. Untunglah kami selamat sampai tiba bersama di tempat kami memarkir mobil.

Hanya setengah jam kami beristirahat, mobil kami pun menderu meninggalkan Kampung Mekarbuana, Gunung Sanggabuana, menuju Bantar Gebang, Bekasi. Sampai di Bantar Gebang, kami menikmati pecel lele dan teh manis hangat yang rasanya sangat nikmat. Selepas itu, sekitar pukul 01.30 WIB di hari Ahad pagi buta, kami pun kembali ke rumah masing-masing.

Alhamdulillah, anak saya, Satrianegara, tidak mengalami kendala. Ia terlihat biasa-biasa saja meskipun kelelahan juga. Sesekali ia mengeluh dingin jika berdiam diri saja. Karena itu, saya ingin mengajaknya lagi mendaki. Kali ini ke tempat yang lebih tinggi, Gunung Gede via Gunung Putri, tanggal 9-11 April nanti. Mudah-mudahan terkabul. Aamiiin.

H. Lukmanul Hakim ternyata memiliki fisik yang luar biasa. Meskipun ini pendakian perdananya, ditambah lagi dengan sepatu yang kurang representatif, ia terlihat kuat dan penuh motivasi. Senyum dan tawanya sepanjang perjalanan mengindikasikan bahwa perjalanan ini baginya sangat berkesan dan menyenangkan. Maka tidak heran, jika ia berencana mengajak kami ke beberapa gunung lagi di sekitar Banten setelah ini. Okelah, kita bareng lagi, ya!

Bang Sahrul selalu berpikiran positif. Mungkin pendakian ini sepi kalau tidak mengajaknya. Cerita-ceritanya sepanjang perjalanan masih terngiang hingga sekarang. Meskipun kakinya tidak bisa diajak kompromi di akhir perjalanan ini, semoga ia tidak kapok jika diajak mendaki lagi.

Erwin diajak oleh Bang Imron. Ia masih mudah dan fisiknya terjaga. Ia tidak bermasalah dalam pendakian kali ini. Sepertinya dia siap diajak ke mana aja. Mantap dah!

Bang Imron Rosyadi adalah ranger sejati. Ia memimpin perjalanan ini dari berangkat sampai kembali lagi. Ia menjadi yang terdepan dalam menuntun jalan. Ia sangat setia kawan. Rasanya aman kalau bersamanya kita bepergian.

Baiklah! Sampai berjumpa pada cerita pendakian berikutnya. Oh ya, berikut ini sedikit dokumentasinya. Maaf ya, cuma sedikit. Mungkin karena sudah terlalu sering naik ke gunung ini. Dokumentasi lengkapnya bisa dilihat juga di blog ini. Silakaaaaaan....

 H. Lukmanul Hakim


 
Satria dan Aku di Puncak Dua

 
Dari Kiri ke Kanan:
Bang Sahrul, Erwin, Bang Imron, H. Lukman, Satria, dan Aku









 
Berikut ini video singkat perjalanan kami...
 

Bagi yang mau lihat versi Youtube-nya, silakan buka link di bawah ini...
 
 

Comments

Popular posts from this blog

MENDAKI SANGGABUANA

BERSANTAI DI MUNARA