MENDAKI GEDE (5)
Selasa, 13 Desember
2016 M/13 Rabiul Awal 1438 H, pukul 08.30 WIB, kami meninggalkan Alun-alun Suryakencana
(Surken) menuju Pos Gunung Putri, Cipanas. Perlahan kami langkahkan kaki di jalan
berpasir diiringi belaian kabut di pagi yang sejuk. Kadang kabut pertama meninggalkan
kami sehingga luasnya Surken bisa kami pandangi sebelum kabut berikutnya datang
menghalangi. Indah sekali pemandangan di sini. Ngangenin, kataku dalam hati. Setelah
sekitar setengah jam berjalan, tibalah kami di tepi hutan. Sejenak kami beristirahat
di sini.
Selepas Surken, kami mulai menapaki trek tanah yang licin dan menurun curam. Kami harus ekstra hati-hati agar tidak tergelincir. Beberapa teman kami bahkan harus menggunakan kayu untuk dijadikan tongkat penyangga. Jika tidak hati-hati, trek ini bisa melukai kaki. Benar saja, Mas Fandi dan Piliang menjadi korbannya. Kaki mereka terasa nyeri saat menuruni punggungan ini. Aku sendiri merasa sangat nyaman. Napasku tidak memburu seperti saat mendaki kemarin. Momen turun gunung ini benar-benar menyenangkan dan membahagiakanku. Kang Ukis memimpin di depan diikuti Mas Heru, dan Mas Piet. Berikutnya Mas Aji, Mas Faisal, dan Piliang. Aku sendiri berjalan paling belakang mengikuti Mas Wahyu dan Mas Fandi.
Di tengah perjalanan,
mendadak perutku mulas. Aku ingin buang air besar. Setelah tengok kiri-kanan mencari
tempat yang aman dan nyaman, aku pun menyendiri di belakang pohon. Aku pun buang
air besar di tengah pepohonan yang rapat. Aku beristinja dengan dedaunan. Untunglah
dedaunan di sini tidak seperti dedaunan yang kami temui saat perjalanan ke Ciharus
– ups, sok tau, saat itu kan kami belum ke sana J – yang berbahaya karena gatal dan
berduri. Aku salut terhadap para imam mazhab fikih yang telah memberikan solusi
beristinja selain menggunakan air. Mungkinkah mereka pernah beristinja di tempat
seperti ini pula? J
Setelah ini kami
berganti posisi. Kang Ukis, Mas Faisal, dan Mas Heru tetap di depan. Aku, Mas Aji,
dan Piliang setelahnya. Mas Piet paling belakang mengawal Mas Fandi dan Mas Wahyu.
Setelah beberapa jalan, sampailah kami di jalan datar. Jalan ini merupakan sedikit
bonus untuk kami. Di sini beberapa pendaki nampak mendirikan tenda. Mungkin ini
adalah Pos Lawang Sekateng. Kami beristirahat sebentar di sini.
Kami pun melanjutkan
perjalanan. Kang Ukis masih memimpin di depan diikuti Mas Heru dan Mas Faisal. Saya
mengikuti Mas Fandi dan Piliang yang masih kesakitan setiap melangkah. Tapi, saya
salut dengan semangat mereka berdua yang pantang menyerah. Mas Aji dan Mas Piet
mengawal Mas Wahyu. Waktu terus berjalan. Meski perut keroncongan, kami tidak terlalu
memedulikan. Akhirnya, menjelang asar, kami keluar hutan dan tiba di perkebunan
warga. Melihat kondisi Mas Fandi dan Piliang masih cukup kuat, aku meminta izin
mereka untuk berjalan lebih dulu. Aku pun berlari kecil mengejar rombongan di depan.
Aku berhasil menyusul mereka beberapa puluh meter menjelang Pos Gunung Putri. Kang
Ukis sampai paling dulu. Setelah itu aku diikuti Mas Heru dan Mas Faisal. Setelah
mandi dan berganti pakaian, kulihat Piliang dan Mas Fandi pun tiba. Mereka langsung
mandi. Setelah itu kami menunaikan salat zuhur dan asar berjamaah (qasar dan jamak
takhir). Waktu telah menunjukkan pukul 15.30 WIB.
Seperempat jam berikutnya,
Mas Aji tiba. Ia membawa tas di dada dan punggungnya. Rupanya, di samping membawa
tasnya, ia juga membawakan tas Mas Wahyu. Luar biasa. Beberapa menit berikutnya
Mas Piet pun tiba.
“Mana Mas Wahyu?”
tanyaku.
“Masih di belakang.
Karena udah masuk perkebunan warga, saya pikir Mas Wahyu udah tau. Jadi, saya jalan
aja duluan,” jawab Mas Piet.
Waktu sudah menunjukkan
pukul 16.30 WIB, tetapi Mas Wahyu belum terlihat. Muncul kekhawatiran di wajah Mas
Aji. Tanpa pikir panjang, ia pun segera beranjak kembali ke perkebunan warga untuk
menyusul Mas Wahyu. Sepertempat jam berikutnya
terlihat Mas Aji kembali sambil menenteng sepatu. Di kejauhan nampak Mas Wahyu berjalan
dengan langkah satu-satu. Ia tidak lagi memakai alas kaki. Kami semua tersenyum
haru.
Setelah lengkap bersembilan,
Kang Ukis dan Mas Aji pun melapor kepada petugas Pos Gunung Putri. Kang Ukis menyodorkan
“oleh-oleh” seplastik sampah dalam trashbag. Saya memberikan snack dan beberapa
popmi yang masih tersisa kepada petugas yang baik hati dan murah senyum itu karena
ia telah menyambut kami dengan beberapa gelas teh manis hangat. Tepat pukul 17.00
WIB kami meninggalkan pos tersebut. Kami langsung menuju sebuah rumah makan. Sebagian
kami memakan nasi goreng dan sebagian lainnya menyantap mi rebus hangat dengan teh
manis hangat.
Setelah puas, kami
menuju jalan raya perkampungan. Saat kami sedang berusaha menawar angkutan umum
untuk membawa kami ke Cipanas, sebuah mobil colt bak terbuka lewat. Mas Piet menghentikan
mobil tersebut. Kami pun akhirnya menumpang mobil yang dikendarai sopir dan (mungkin)
kernetnya yang baik itu menuju Cipanas. Sampai di Cipanas, kami mencarter mobil
menuju Stasiun Kereta Api Bogor. Mas Aji turun di Cimori. Kang Ukis turun di Ekalok.
Yang lainnya turun di stasiun. Setelah memesan tiket dan masuk kereta, kami langsung
beristirahat. Waktu telah menunjukkan pukul 22.30 WIB. Kami turun di Manggarai untuk
berganti kereta menuju Kranji, Bekasi. Setelah sekitar setengah jam menunggu, kereta
yang kami maksud pun datang dalam kondisi penuh sehingga kami harus berdiri sampai
Kranji. Setelah itu, aku dan Mas Faisal langsung menuju rumah Mas Fandi untuk mengambil
sepeda motor kami. Adapun Piliang dan Mas Heru telah memesan angkutan online. Waktu
telah menunjukkan pukul 00.15 WIB saat aku tiba di rumahku.[NAM]
Sebenernya tulisannya dah kelar. Tapi kayanya penting ngenalin orang-orang yang punya peranan penting terhadap kegiatan ini.
Yang pertama, Kang Ukis. Nih fotonya di bawah. Dari awal ampe akhir pendakian, ia selalu di depan, menuntun kami. Tengkyu, Kang Ukis. Jasamu tiada tara! :)
Sebenernya tulisannya dah kelar. Tapi kayanya penting ngenalin orang-orang yang punya peranan penting terhadap kegiatan ini.
Yang pertama, Kang Ukis. Nih fotonya di bawah. Dari awal ampe akhir pendakian, ia selalu di depan, menuntun kami. Tengkyu, Kang Ukis. Jasamu tiada tara! :)
Nyeng kedua, Mas Aji. Ini fotonya. Hehehe, pake cadar, ga mau terkenal kali ya? :) Ini yang mengenalkan kami dengan gunung dan memanajemeni kegiatan ini. Tengkyu, Mas Aji. Ajak kami ke gunung yang lain, ya!!!
Nyeng ketiga, ini foto ane, Bro. Ane nyeng nulis nih cerita. Ane nyeng pura2 jadi tokoh utama. Padahal mah, figuran doangan. Afwan, ya.... :)
Ini ada foto ruke pendakian. Ane nyomot dari internet. Maafin ye...
Comments
Post a Comment